Echinostoma
1. Etiologi
Echinostoma
Kingdom :
Animalia
Subkingdom :
Eumetazoa
(unranked) :
Bilateria
Superphylum :
Platyzoa
Phylum :
Platyhelminthes
Class :
Trematoda
Subclass :
Digenea
Order :
Echinostomida
Suborder :
Echinostomata
Family :
Echinostomatidae
Genus :
Echinostoma
(Rudolphi,
1809)
Echinostomiasis
disebabkan oleh cacing trematoda dari genus Echinostoma
(“echino” = berkerah; “stoma” = mulut). Kebanyakan spesies Echinostoma ditemukan pada burung. 15 sampai 20 spesies
tersebut ditemukan pada usus burung seperti cormorant, grebe, burung hantu,
murai, itik, angsa, pheasant, partridge, bangau, crane, dan elang.. Cacing
trematoda yang termasuk famili Echinostomatidae
ini terciri dengan adanya duri leher yang melingkar dalam sebaris atau dua
baris yang melingkari batl isap kepala. Trematoda adalah cacing yang secara
morfologi berbentuk pipih seperti daun. Pada umumnya cacing ini bersifat
hermaprodit, kecuali genus Schistosoma.
2. Morfologi
Panjang cacing kira-kira 10 – 12 mm
dan lebar 2,25 mm. Memiliki spina kerah (head coller) yang terdiri dari 37
spina, dimana 5 diantaranya membentuk spina kutub dan kutikulanya membentuk
spina di bagian anterior. Testisnya tandem, memanjang, lonjong atau sedikit
berlobus, terletak di pertengahan badan dan di belakang ovari. Kantong sirrus
terletak di antara percabangan sekum dan batil isap ventral. Telur berukuran
panjang 90–126 mm dan lebar sampai
59–71 mm.
3. Siklus hidup
Pada
dasarnya daur hidup trematoda ini melampui beberapa beberapa fase kehidupan
dimana dalam fase tersebut memerlukan hospes intermedier untuk perkembangannya.
Fase daur hidup tersebut adalah sebagai berikut:
Telur---meracidium---sporocyst---redia---cercaria—metacercaria---cacing
dewasa.
hospes intermedier ke 1 berupa siput genus Physa, Lymnea, Heliosoma, Paludina dan
segmentia. Dalam hospes intermedier tersebut meracidium membentuk sporocyst dan kemudian terbentuk redia
induk, redia anak yang kemudian membentuk cercaria. Cercaria keluar dari siput
berenang mencari hospes intermedier ke 2 yaitu jenis moluska (siput besar),
planaria, ikan atau katak. Bila hospes intermedier dimakan orang maka orang
akan terinfeksi. Cacing dewasa hidup dalam usus halus, telur keluar melalui
feses dan kemudian menetas dalam waktu 3 minggu dan kemudian keluar meracidium
yang berenang dalam air.
Mirasidium menembus bagian tubuh siput
yang lunak untuk menuju ke ginjal dan berubah menjadi sporokista yang berbentuk
kantong dengan panjang sekitar 0,5 mm. Kira-kira mulai 9 – 12 hari setelah
infeksi, sporokista memproduksi satu atau dua redia induk setiap hari selama
dua minggu. Redia induk ini mulai menghasilkan redia anak 19 – 23 hari setelah
infeksi. Redia anak berpindah ke organ distal dan memproduksi serkaria yang
mulai keluar dari siput 46 – 62 hari pasca infeksi. Serkaria akan membentuk
metaserkaria dan mengkista.
Serkaria bisa keluar dari siput asal dan masuk ke siput lain yang memiliki
spesies sama atau berlainan. Inang definitif akan terinfeksi apabila memakan
siput ini dan cacing akan berkembang menjadi dewasa di dalam saluran pencernaan
tubuh inang dalam jangka waktu 15 – 19 hari.
Dimana
fase daur hidup tersebut sedikit berbeda untuk setiap spesies cacing trematoda.
4. Host
Host Intermediate dari Echinostoma : siput jenis Stagnicola palustris, Helisoma trivolvis, Physagyrina coccidentalis, P.
oculans, Planorbis tenuis, Lymnaea stagnalis, L. swinhoei, Bulimus stagnicola dan Lymnaea rubiginosa.
Host Definitif dari Echinostoma :
cormorant,
grebe, burung hantu, murai, itik, angsa, pheasant, partridge, bangau, crane,
elang, mamalia, termasuk tikus air
bahkan manusia di seluruh dunia.
5. PATOGENESA
Biasanya
cacing Echinostoma menyebabkan kerusakan ringan pada mukosa usus dan tidak
menimbulkan gejala yang berarti. Infeksi berat menyebabkan timbulnya radang
kataral pada dinding usus, atau ulserasi. Pada anak menimbulkan gejala diare,
sakit perut, anemia dan edema.
6. PREDILEKSI
Daerah
predileksi umum dari Echinostoma
adalah usus, ductus biliverus unggas dan mamalia.
7. GEJALA KLINIS
Gejala klinis dari ayam yang terinfestasi P.
pellucidus adalah depresi, produksi telur turun, kerabang telur tipis dan
lunak. Kloaka mense kresikan cairan seperti susu. Sekeliling bulu terlihat
melekat pada kulit. Keluaran kloaka biasanya mengandung albumen, kuning telur
dan bisa ditemukan parasit
- Pada anak ayam menyebabkan perdarahan bercak-bercak pada tempat perlekatan acetabulum dengan permukaan mukosa usus
- Pada angsa menyebabkan enteritis katarrhalis.
- Pada tikus menyebabkan hiperplasia kripta usus, atrofi vili-vili dan fibrosis pada jaringan subepithelial.
8. DIAGNOSA
Diagnosa
Echinostomiasis adalah berdasarkan gejala klinis. Infeksi yang berat
dari Echinostoma menyebabkan kekurusan, kelemahan dan diare pada
unggas. Untuk memastikan diagnosa tersebut dapat dilakukan uji feses
dengan mengidentifikasii keberadaan telur Echinostoma secara mikroskopis.
Namun, ukuran telur yang cukup besar memiliki kemiripan dengan telur Fasciola
sehingga diperlukan uji yang lebih spesifik.
NB : Echinostoma
merupakan cacing yang menyebabkan penyakit Echinostomiasis yang menyerang
bangsa burung bahkan pada manusia. Echinostoma sangat merugikan dan berdampak
pada ekonomi karena dapat menyebabkan penurunan jumlah produksi telur dan diare
pada unggas. Untuk mengetahui Echinostoma dapat dilakukan uji feses dengan
mengidentifikasi keberadaan telur Echinostoma secara mikroskopis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar